Etika Pengembangan dan Penerapan IPTEKS Dalam Pandangan Islam


iWEBS.MY.ID - Integrasi sinergis antara ajaran Islam dan ilmu pengetahuan secara konsisten akan menghasilkan sumber daya yang handal dalam mengaplikasikan ilmu yang dimiliki dengan diperkuat oleh spiritualitas yang kokoh dalam menghadapi kehidupan. 

Islam tidak lagi dianggap sebagai agama yang kolot, melainkan sebuah kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri diberbagai bidang kehidupan, dan sebagai fasilitas untuk perkembangan ilmu dan teknologi (Turmudi, 2006).

Paradigma Ilmu Tidak Bebas Nilai (Value Bound).

Filosof yang menganut teori value bound adalah Habermas berpendapat bahwa ilmu, sekalipun ilmu alam tidak mungkin bebas nilai, karena setiap ilmu selalu ada kepentingan-kepentingan teknis (Habernas, 1990).

Paradigma Ilmu Bebas Nilai (Value Free).

Khairul Umam menulis, sejak munculnya kembali paham teosentris, ilmuwan rasionalisme yang bersikukuh dalam pendiriannya terus berjuang untuk membebaskan diri dari mitos dan berusaha mengembalikan citra rasionalismenya. 

Situmorang (2012) menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada 3 faktor sebagai indikator bahwa ilmu itu bebas nilai, yaitu:
  1. Ilmu harus bebas dari pengendalian-pengendalian nilai. Maksudnya adalah bahwa ilmu harus bebas dari pengaruh eksternal seperti faktor ideologis, religious, cultural, dan sosial.
  2. Diperlukan adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonom ilmu terjamin. Kebebasan di sini menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.
  3. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis sendiri itu bersifat universal.

Perlunya Akhlak Islami Dalam Penerapan IPTEKS.

Al-Qardhawi(1989) mengemukakan terkait dengan pentingnya akhlak Islami dalam pengembangan ilmu, bahwa akhlak Islami yang harus diperhatikan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan adalah rasa tanggung jawab di hadapan Allah, ulama merupakan pewaris para anbiya. Tidak ada pangkat yang lebih tinggi dari pada pangkat kenabian dan tidak ada derajat yang ketinggiannya melebihi para pewaris pangkat itu. Amanat Ilmiah,sifat amanah merupakan kemestian iman termasuk ke dalam moralitas ilmu, tak ada iman bagi orang yang tidak memiliki sifat amanah. Dalam memberikan kriteria orang beriman Allah menjelaskan dalam firmanNya sebagai berikut:

"Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya". (Q.S. Al-Mu’minun, [23]:8).

Salah satu dari amanat ilmiah adalah merujuk ucapan kepada orang yang mengucapkanya, merujuk pemikiran kepada pemikirnya, dan tidak mengutip dari orang lain kemudian mengklaim bahwa itu pendapatnya karena hal seperti itu merupakan plagiat dan penipuan. 

Yang harus dimiliki oleh ilmuan ialah tawadu’. Orang yang benar berilmu tidak akan diperalat oleh ketertipuan dan tidak akan diperbudak oleh perasaan ‘ujub mengagumi diri sendiri, karena dia yakin bahwa ilmu itu adalah laksana lautan yang tidak bertepi yang tidak ada seorang pun yang akan berhasil mencapai pantainya.

(redM Syahrul H, Wala Aulia, Sri Devi N:  Fekon07: 25/04/2020).

Posting Komentar

0 Komentar